Rabu, 04 Januari 2012

Masyarakat Madani Menuju Demokrasi Sejati


DEMOKRASI DAN MASYARAKAT MADANI
Demokrasi, merupakan suatu istilah tentang sistem di dalam pemerintahan. Demokrasi berasal dari bahasa latin , yaitu demos dan kratos. Demos berarti rakyat dan kratos berarti pemerintah. Jadi Demokrasi memiliki arti sebagai “pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat”. Namun, apakah sistem pemerintahan tersebut berjalan sesuai wacana diatas? Kenyataan yang sebenarnya terjadi di salah satu negara yang menganut sistem demokrasi yaitu Indonesia, berbeda dengan apa yang di harapkan. Demokrasi menurut saya memberikan kebebasan bagi semua warga Negaranya untuk menentukkan pilihannya agar mengantarkan ke kehidupan yang lebih baik. Arti pilihan di sini merupakan pilihan yang pantas untuk di jadikan pemimpin Negara,seperti pemilihan umum presiden atau gubernur. Tentunya semua itu harus di lakukan tanpa adanya dorongan dari pihak lain. Dorongan yang di maksudkan dapat berupa paksaan dari pihak – pihak tertentu,penyuapan, dan lain - lain. Tapi kenyataan di lapangan membuktikan bahwa masih banyak praktik – praktik kotor yang di lakukan. Contohnya saja demokrasi yang di praktikan oleh para calon pemimpin yang saya sebut demokrasi jual beli. Mereka membeli suara dari para pemilih demi mendapatkan kemenangan akan kursi kekuasaan.
Indonesia terkenal sebagai negara kaya raya yang mempunyai segala macam aspek yang dibutuhkan. Namun, itu hanya dari segi kekayaan alam. Lalu bagaimana dengan segi pemerintahannya? Indonesia menganut asas demokrasi yang bertujuan untuk mennyejahterakan rakyatnya. Namun, kenyataannya sangatlah berbanding terbalik. Masyarakat Indonesia hidup dengan sangat memprihatinkan. Seakan-akan asas pemerintahan untuk rakyat itu tidak berlaku. Masalah kemiskinan tidak kunjung membaik, masih banyak orang terlantar yang tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan. Pemerintah Indonesia pun sendiri terkesan masa bodoh dengan penderitaan rakyatnya. Mereka malah sibuk untuk mengurus perekonomian mereka sendiri. Mereka lebih sibuk  meminjam uang dari Negara lain untuk membuat proyek tidak penting yang menyebabkan hutang Negara semakin membengkak. Contohnya saja proyek pembersihan/penyaringan polusi udara  yang akan di berlakukan  di Jakarta. Proyek itu tidak efisien karena pasti polusi udara akan selalu ada selama sumbernya tidak di hilangkan. Proyek itu pun nantinya hanya akan buang-buang uang saja. Kembali ke teori, padahal  maksud dari asas demokrasi adalah agar terwujudnya masyarakat madani. Menurut Sedarnawati Yasni, masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur yang diazaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat.
Bagaimana pemerintahan akan terwujud secara stabil jika dari pemerintah pusatnya sendiri pun tidak memperdulikan azas yang demokrasi yang dipakai. Sebenarnya jika azas demokrasi benar-benar dijalankan secara tertib, perwujudan atau pembentukan masyarakat madani pun akan terbentuk.
Namun kendala-kendala yang di hadapi masyarakat Indonesia tidak hanya berasal dari lingkungan pemerintahan. Dari lingkungan masyarakatpun, pelanggaran azas demokrasi terjadi. Masyarakat terkesan menganggap bahwa demokrasi adalah kebebasan untuk menyuarakan segala bentuk aspirasi mereka. Berdemo dijalan, dikantor pemerintahan bahkan di tempat-tempat ibadah. Padahal hal seperti itu hanya menyebabkan masalah-masalah baru saja. Kasus baru-baru ini yang terjadi pada saat demo di depan istana merdeka sangatlah menyita perhatian masyarakat banyak. Bagaimana tidak, kasus seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta Pusat yang membakar dirinya di depan istana negara atas wujud rasa kekecewaan dan kekesalan terhadap rezim pemerintahan selama ini. Mungkin kata – kata telah kehilangan maknanya, sehingga dia mencari cara lain agar pemerintah dapat mengerti. Lalu, apakah pemerintah akan terus berdiam saja sampai ada korban-korban akibat demo terus terjadi?
Pemerintah hanya menganggap hal seperti itu sebagai masalah yang sepele. Seharusnya pemerintah mulai berfikir mengapa hal tersebut dapat terjadi. Pengeluaran aspirasi yang berlebihan seperti kasus yang terjadi diatas sangatlah memprihatinkan. Disaat pemerintah bergegas untuk mengembangkan nama Indonesia di kancah Internasional, di dalam negeri pun masih banyak kasus yang masih belum terpecahkan.
Jika terus seperti itu, sampai kapan akan terwujud masyarakat madani? Masyarakat sejahtera yang selalu diidam-idamkan oleh setiap negara. Bahkan sekarang ini, kalimat tentang masyarakat madani saja sudah hampir tidak pernah di dengar lagi. Seakan-akan kata masyarakat madani merupakan kata yang tidak mungkin untuk diwujudkan. Padahal jika seluruh masyarakat Indonesia menjunjung tinggi aspek tentang masyarakat madani seperti asepk persatuan,cinta damai,menghormati dan menghargai sesama pasti  pemerintahan yang sejahtera yan selalu diidam-idamkan akan terwujud. Tapi kenyataan sekarang ini tidaklah berjalan lancar seperti itu.
Masih ingatkah tentang kasus “priuk berdarah”? kasus yang terjadi di daerah utara ibukota itu sempat menjadi bahan perbincangan hebat di media-media berita dan hiburan. Kasus yang mengakibatkan beberapa orang tewas akibat saling serang antara satuan polisi dengan jamaah yang melindungi makam. Pertanyaan besar yang terjadi, mengapa pemerintah sangat sibuk ingin menggusur makam padahal ada masalah yang lebih penting daripada itu? Peristiwa itu seakan menghapuskan keinginan beberapa individu untuk mewujudkan masyarakat madani.
Masyarakat madani merupakan masyarakat yang saling mengerti satu sama lain, tetapi jika kita melihat peristiwa itu, seakan-akan masyarakat sangat ingin untuk saling membantai satu sama lain. Itu baru terjadi di sebuah daerah kecil di jakarta. Bagaimana jika peristiwa itu kembali terulang di daerah-daerah besar di negara Indonesia? Siapakah yang akan disalahkan?
Wacana pemerintah pasti akan menyalahkan warganya karena telah termakan nafsu. Padahal, hal seperti itu juga diakibatkan oleh pemerintah sendiri yang mencari masalah. Rakyat hanyalah menjadi kambing hitam dari wacana pemerintah tersebut. rakyat merasa ditipu oleh pemerintah sekarang ini. Padahal inti dari demokrasi yang dianut oleh Negara Indonesia adalah untuk mensejahterakan rakyat. Tapi sekarang, demokrasi itu berubah fungsi yaitu untuk menyengsarakan rakyat.
Jika demokrasi berjalan dengan baik, secara otomatis masyarakat madani pun akan terbentuk. Tapi kenyataannya sekarang. Apakah masih ada demokrasi di Indonesia? Hal itu merupakan sebuah tanda tanya besar jika kita melihat kehidupan rakyat sekarang ini. Tampaknya kalimat “yang kaya makin kaya, yang miskin tambah miskin” sangatlah sesuai untuk slogan indonesia sekarang ini. Kurangnya perhatian pemerintah kepada rakyat kecilnya merupakan titik kesalahan utama yang menyebabkan hal tersebut.
Perwujudan masyarakat madani juga akan memberikan nilai tambah bagi kehidupan perkembangan demokrasi negeri ini. Jika masyarakat madani terbentuk, sistem pemerintahan di negara ini akan sangat berbeda dari sebelumnya. Tidak akan ada lagi berbagai macam kasus peperangan antar warga atau kasus-kasus yang berdampak pada ketidaksinambungan antar warga negara Indonesia. Jika kita ingin mewujudkan hal tersebut, berarti kita harus memulainya dari dalam diri kita sendiri. Karena jika kita tidak memulainya dari diri sendiri, tidak akan ada yang akan menjadi panutan bagi lingkungan di sekitar kita. Hilangkan sifat egois diri dan tanamkan hak – hak egalitarianism. Oleh karena itu, lebih baik menunda kesenangan sesaat untuk kesenangan di masa depan.





Referensi:
1.      Yasni, Sedarnawati. (2010). Citizenship. Bogor. Penerbit Media Aksara
2.      Pontianakpost.com (2011).Prihatin Kasus Sondang.[online].Available from :
[Accessed at : 13 Desember 2011]
3.      Kompas.com (2010). Yahya Muhaimin: Bentrokan di Koja Cerminkan Pendidikan Karakter Belum Berjalan Baik.[online].Available from :
{Accessed at : 13 Desember 2011]